Isekai wa Smartphone to Tomo ni Chapter 445 Bahasa Indonesia
Translator | UDesu |
Editor | UDesu |
Proof Reader | UDesu |
Kami
berhasil menyelesaikan daftar katalog. Setelahnya aku mencetaknya menggunakan
[Drawing] dan menyerahkannya pada [Lokakarya] untuk diproduksi masal. Kami
membuatnya menjadi apabila kau menuliskan apa yang kau inginkan pada kartu pos
yang juga dikirim bersamanya, maka kartu itu akan secara otomatis diteleportasi
ke Brunhild.
Hadiahnya
dibagi menjadi tiga kategori yaitu A, B, dan C. Pada kategori A, kau hanya bisa
memilih satu hadiah saja, kalau B bisa memilih dua hadiah, dan C tiga hadiah.
Kami membaginya menjadi kategori-kategori tersebut berdasarkan harga barangnya.
Tapi karena semuanya kami buat sendiri, jadi rasanya tidak ada bedanya bagiku.
Meskipun
aku tidak mau berprasangka buruk, namun bisa saja ada orang yang akan menjual
lagi barang tersebut, jadi aku memutuskan untuk mencap barang tersebut dengan
stempel yang berisikan nomor seri dan juga tulisan “cinderamata pernikahan”.
Yah, aku tidak berpikir kalau tamu undangan yang telah kami pilih sebelumnya
akan melakukan itu sih.
Sekarang
semua persiapan telah selesai, yang tersisa hanyalah menunggu hari pernikahan
yang akan dilangsungkan seminggu lagi.
Tapi
sebelum itu, aku akan mengirim semua tunanganku untuk pulang ke rumah mereka
masing-masing.
Elze
dan Linze kembali ke rumah paman mereka di Rifurizu, Yae kembali ke dojo
keluarganya di Oedo, Yumina ke istana Belfast, Sue ke kediaman Ortlinde, Rue ke
istana Regulus, Hilda ke istana Restia, Sakura juga kembali ke kediaman
keluarga Spica di Xenoas bersama dengan ibunya. Soalnya itu adalah tempat dia dibesarkan.
Raja iblis pasti akan datang ke sana nantinya...
Rin
tidak kembali ke kampung halamannya, melainkan ke Misumide. Tentu saja Pola
ikut bersamanya.
Moroha
nee-san dan Takeru ojii sepertinya sedang melakukan latihan pagi mereka.
Kousuke ojii sedang berada di sawah. Karina nee-san juga telah pergi berburu
sejak fajar tadi. Sedangkan Karen nee-san dan juga Suika pasti belum bangun jam
segini. Kelompok dewa punya kesibukan mereka masing-masing.
Kalau
Sousuke nii-san... yah, dia ada di sini, tapi dia tidak berbicara, jadi... dia
sedang memainkan lagu [Morning Mood] oleh Edvard Grieg untukku. Bukankah sulit
memakan sarapan sambil memainkan biola?
Pada
akhirnya, pagi hariku kuhabiskan dengan mengobrol bersama Tokie obaa-chan.
Tokie
obaa-chan menghabiskan sebagian besar waktunya di beranda istana sambil
memperbaiki barier dunia (meski dia terlihat sedang merajut). Selain itu, dia
juga berbincang dengan maid istana dan berjalan-jalan di sekitar kota istana.
Beliau
bisa mudah berbaur karena penampilannya terlihat seperti nenek-nenek yang
ramah. Apa mungkin itu juga salah satu kekuatan dewa?
Aku
menjadi cepat bosan setelah sarapan selesai. Kousaka-san telah memberiku libur
seminggu sebelum pernikahan, aku jadi tak punya kerjaan.
“Kohaku...
aku bosan.” (Touya)
“Tak
masalah kan?” (Kohaku)
Iya
juga sih. Tapi gimana ya... aku hanya mengelus-elus Kohaku sambil tergeletak di
atas sofa. Aku merasa menjadi tua... maksudku, bukankah aku terlihat seperti
seorang kakek yang menghabiskan waktu bersama kucingnya sambil berjemur di
teras?
Tidak
tidak, aku belum setua itu... ya, bagaimana kalau aku pergi ke suatu tempat.
Setelah
menggendong Kohaku yang sedang berada dalam mode chibi, aku pun menggunakan
[Teleport] untuk keluar dari istana. Tujuanku masih berada di Brunhild yang
kuanggap seperti halaman belakang rumahku (memang sih), yaitu di belakang
bangunan guild petualang. Tempat ini dijadikan sebagai tempat latihan para
petualang atau ketika mereka ingin memotong monster besar yang telah mereka
buru.
Untungnya
tak ada satupun petualang yang menyadari kami yang tiba-tiba muncul di pojok
tempat latihan, jadi aku segera menutup kepalaku menggunakan kerudung dan masuk
ke dalam bangunan guild.
Guild
petualang di Brunhild cukup damai. Soalnya wilayah Brunhild yang diapit oleh
Kerajaan Belfast dan Kekaisaran Regulus tidak memiliki banyak monster kuat di
sekitarnya. Para petualang di sini kebanyakan adalah mereka yang ingin pergi ke
pulau dungeon yang bisa diakses melalui gerbang teleportasi yang kupasang di
kota.
Jujur
saja, pergi ke dungeon tidak cocok bagi mereka yang ingin meningkatkan
peringkat.
Untuk
meningkatkan peringkat petualang, kau perlu secara terus menerus berhasil
menyelesaikan permintaan dan berkontribusi kepada guild. Jika kau terus
mengumpulkan poin, pada akhirnya kau akan bisa mencapai peringkat biru yang
merupakan peringkat bagi petualang veteran. Akan tetapi pergi ke dungeon dan
mengalahkan monster di sana tidak termasuk ke dalam permintaan. Mereka pergi ke
sana atas kehendak mereka sendiri.
Tujuan
mereka ke sana adalah harta karun yang tersembunyi di dalam dungeon, dan juga
bahan-bahan dari monster langka yang hidup di sana. Jika mereka berhasil, maka
mereka akan mendapat keuntungan yang cukup besar.
Tentu
saja, mereka masih bisa mendapatkan poin dari permintaan seperti “mencari bahan
dari...”, tapi masih ada kemungkinan mereka gagal mendapatkannya karena
berbagai alasan dan pada akhirnya mendapat hukuman dari guild. Hal itu membuat
kebanyakan dari mereka memilih untuk pergi ke dungeon dan menjual hasil buruan
mereka tanpa mengambil permintaan dari guild terlebih dahulu.
Guild
juga terkadang membeli bahan-bahan tersebut dari mereka, jadi tidak ada pihak
yang dirugikan.
Yah,
pada akhirnya, kebanyakan petualang yang datang ke Brunhild hanyalah mereka
yang ingin mencari uang. Tentu saja, masih ada banyak petualang yang datang ke
Brunhild untuk mencari uang. Tentu saja, ada juga beberapa permintaan yang
ditujukan kepada petualang pemula di sini. Akan tetapi bagi mereka yang
tujuannya setidaknya mencapai peringkat biru, maka cabang guild petualang di
Brunhild sama sekali tidak menarik perhatian mereka.
Untuk
seukuran kota kecil seperti Brunhild, bangunan guild di sini bisa terbilang
cukup besar karena memiliki tiga buah konter untuk menangani permintaan. Karena
aku sudah sering datang ke sini, maka aku langsung pergi menuju konter dengan
resepsionis yang sudah kukenal.
“Selamat
datang di guild petualang cabang Brunhild, ada yang bisa saya ban—Eh?!”
(Misha-san)
Saat
menyadari identitasku karena melihat Kohaku yang berada di kakiku, Misha-san
menjadi kaget dan senyumnya berubah menjadi kaku... aku merasa sedikit
tersakiti melihat reaksinya itu.
“Maaf
mengganggu, apa Rerishia-san ada?” (Touya)
“Etto,
guild master sedang berada di lantai dua. Mohon tunggu sebentar.” (Misha-san)
Misha-san
kemudian segera berlari menaiki tangga yang ada di sebelah konter dengan panik.
Ups, mungkin seharusnya aku memberitahu lewat telepon dulu kalau aku akan
datang. Tak berapa lama kemudian, Misha-san kembali menuruni tangga.
“Maaf
membuat Anda menunggu, silakan lewat sini.” (Misha-san)
“Maaf
merepotkanmu.” (Touya)
Aku
pun segera menaiki tangga setelah sedikit menundukkan kepalaku. Kemudian aku
berhenti di depan sebuah pintu yang ada dipojok lantai dua, mengetuknya, lalu
masuk ke dalam ruangan.
“Selamat
datang, Yang Mulia. Silakan duduk” (Rerishia-san)
Setelah
dipersilakan oleh guild master, Rerishia-san, aku pun duduk di atas sofa yang
ada di hadapannya. Penampilannya sebagai seorang elf masih menawan seperti
biasanya. Jujur saja aku sedikit terpukau setiap kali berbicara dengannya.
“Terima
kasih atas undangannya. Saya pasti akan datang menghadiri acaranya sebagai
perwakilan dari guild petualang. Lalu, ada urusan apa kedatangan Anda kali
ini?” (Rerishia-san)
“Ah,
eng, jadi begini...” (Touya)
Aku
sedikit bingung saat ingin menjawab pertanyaan Rerishia-san. Tak mungkin kan
aku bilang ‘aku sedang bosan, apa ada berita yang menarik?’ padanya...
“Ah,
aku ingin tahu soal kondisi akademi petualang. Apa ada masalah?” (Touya)
“Sejauh
ini baik-baik saja. Petualang yang baru mendaftar akan memilih apakah mereka
ingin belajar dulu selama dua minggu di akademi atau langsung mengambil tes
kenaikan peringkat. Dengan sistem ini, para pemula bisa mendapat pengetahuan
dan kemampuan dasar, dan mereka yang sudah berpengalaman bisa langsung mendapat
peringkat yang sesuai dengan kemampuan mereka, jadi jumlah petualang gegabah
saat mengambil permintaan sudah mulai berkurang.” (Rerishia-san)
“Bagaimana
dengan permintaan peringkat tinggi?” (Touya)
“Ah,
permintaan itu biasanya ditangani oleh End-san, Norn-san, dan Nia-san beserta
rekan-rekannya di [Red Cats]. Permintaan itu biasanya diberikan saat ada
monster dengan kekuatan sihir besar muncul di lantai atas dungeon.”
(Rerishia-san)
Eh,
peringkat mereka sudah setinggi itu?
“End-san
adalah petualang peringkat perak, lalu Norn-san dan Nia-san juga telah mencapai
peringkat merah.” (Rerishia-san)
“Eh?
End sudah peringkat perak?” (Touya)
“Ya,
beberapa hari yang lalu dia baru saja membasmi segerombolan minotaur yang
muncul di dungeon seorang diri.” (Rerishia-san)
Aku
tak tahu kalau hal itu telah terjadi. Akhir-akhir ini aku telah menyerahkan
urusan soal dungeon sepenuhnya kepada guild. Hm, mungkin tak lama lagi End juga
akan menjadi peringkat emas. Dia pasti bisa menangani behemoth karena dia juga
memiliki Dragoon.
Norn
dan Nia juga telah mencapai peringkat merah, ya. Bagus sih, tapi kan aku jadi
tak punya kerjaan lagi sekarang...
Pada
akhirnya, aku hanya berbincang-bincang dengan Rerishia-san lalu pergi
meninggalkan guild.
Jadi,
apa yang sebaiknya kulakukan selanjutnya...
Sambil
berpikir begitu, tanpa kusadari kakiku telah melangkah menuju sekolah.
Karena
Fiana-san sedang kembali ke Xenoas bersama Sakura, kupikir sekolah akan
kekurangan staf pengajar.
Saat
aku telah sampai di depan bangunan sekolah yang terbuat dari kayu, aku disambut
dengan pemandangan yang membuatku tidak percaya.
Di
halaman sekolah yang memiliki berbagai permainan seperti perosotan dan ayunan,
anak-anak terlihat sedang bermain dengan guru mereka. Itu memang pemandangan
yang hangat, tapi ada sesosok wanita berkacamata dan sebuah golem kecil
berwarna ungu bersama mereka yang membuatku jadi bertanya-tanya.
“Ah,
To-yan~ lama tak bertemu~” (Luna)
“Gu”
(Viola)
“Ah...
ya. Kenapa kalian ada di sini?” (Touya)
Mereka
adalah [Mahkota] ungu, Viola, beserta masternya, Luna Trieste. Aku telah
melepaskannya setelah memberi ‘kutukan’ tertentu, tapi...
“Kenapa?
Soalnya... aku kan guru mereka?” (Luna)
“Hah?”
(Touya)
Aku
kaget saat mendengar apa yang dia katakan. Kau? Guru mereka?
“Ah,
sungguh tidak sopaaan! Apa kau tahu seberapa populer aku bagi mereka?” (Luna)
Kenapa
bisa jadi begini? Untuk memahami penyebabnya, aku pun bertanya kepada dua guru
yang bertanggung jawab selama kepergian Fiana-san soal hal ini.
Mereka
adalah seorang wanita bernama Miette, dan seorang pria elf bernama Reisell.
Mereka adalah guru yang direkrut untuk membantu Fiana-san mengajar anak-anak di
sini.
Menurut
mereka berdua, Luna sering datang ke sekolah untuk bermain bersama anak-anak.
Tak lama kemudian, anak-anak di sini pun mulai dekat dengannya dan dia bahkan
mulai membantu saat pelajaran. Pada akhirnya dia resmi diangkat menjadi guru di
sini atas persetujuan dari Fiana-san.
Kalau
tak salah ingat, Kousaka-san pernah bilang kalau sekolah telah mengangkat
pegawai baru... soalnya sekolah ini kan berada di bawah naungan negara.
“Tapi,
kenapa kau repot-repot... jangan bilang kalau...” (Touya)
“Anak-anak
itu sangat baik. Rasa terima kasih mereka masih murni tanpa ada tujuan
tersembunyi di baliknya. Kalau orang dewasa, terima kasih mereka selalu
terdengar sopan dan formal, di lain pihak, anak-anak ini mengatakan terima
kasih dari lubuk hati terdalam mereka. Saat aku mendengarnya, sekujur tubuhku
menjadi gemetar dan membuatku tak bisa menahannya lagi. Uhehehe. Kurasa aku
telah menemukan pekerjaan yang ditakdirkan untukku.” (Luna)
Luna
mengatakan itu dengan ekspresi bahagia. Aku telah memberinya ‘kutukan’ dimana
dia akan merasa nikmat saat seseorang memberi rasa terima kasih padanya. Dia
benar-benar menuruti nafsunya ya....
“Apa
kalian yakin mengangkatnya sebagai guru di sini? Bukankah itu akan memberi
pengaruh buruk bagi anak-anak?” (Touya)
“Ahaha....
tapi memang benar sih kalau anak-anak di sini sangat menyukainya, dan dia juga
benar-benar mengawasi mereka. Viola juga bisa membantu melakukan pekerjaan
berat bagi kami.” (Reisell)
Guru
elf, Reisell-san menjawab sambil memberi senyum kaku. Maksudku, yah, mereka tak
akan memberinya ucapan terima kasih kalau dia tidak benar-benar menjaga mereka,
kan? Dia benar-benar serius kalau menyangkut soal kenikmatan ya.
“Luna-sensei,
main yuk!” (Anak 1)
“Viola-chan
juga ikut main yuk! Boleh, kan, Luna-sensei?” (Anak 2)
“Ayo
buat istana pasir, Luna-sensei!” (Anak 3)
Anak-anak
mulai berkumpul di sekitar kami. Kebanyakan dari mereka mengerubungi Luna dan
Viola dan menarik-narik mereka. Dia benar-benar populer... anak-anak, onee-chan
yang satu ini sebenarnya seorang yang cabul loh...
“Baiklah,
kalau begitu ayo kita buat istana pasir bersama-sama!” (Luna)
“Asiiiik!
Terima kasih, Luna-sensei!” (Anak 1)
“Terima
kasih!” (Anak 2)
“Fuwaaaah!!!!!” (Luna)
Ekspresi
Luna yang memalingkan wajahnya setelah menerima ucapan terima kasih dari
anak-anak terlihat meleleh kenikmatan. Uwah, ini sih sudah gawat.
“Ka-Ka-Kalau
begitu, ayo pergi ke kotak pasir!” (Luna)
“Ayo!
Viola-chan juga!” (Anak-anak)
“Gi.”
(Viola)
Luna
dan Viola berjalan menuju kotak pasir sambil ditarik oleh anak-anak. Kenapa dia
berjalan dengan kedua kaki rapat? Ah, sudah gawat sekali....
“Dia
telah mengajarkan mereka untuk mengatakan terima kasih seperti itu...”
(Reisell)
“Ah, eng... itu memang hal yang penting untuk diajarkan sih, tapi...” (Touya)
Aku
pernah baca di manga atau dimana gitu kalau tiga kata yang paling sulit
diucapkan jika timingnya tidak tepat adalah “terima kasih”, “maaf” dan “aku
suka”. Oleh sebab itu aku merasa kalau kau sebaiknya mengatakannya kapanpun kau
bisa mengatakannya.
Aku
percaya kalau seorang anak yang bisa dengan jujur mengatakan terima kasih
kepada orang lain nantinya akan tumbuh menjadi orang baik. Tapi, apa begini tak
masalah ya....
Kurasa
selama Luna tetap mengikuti hasratnya itu, dia pasti akan memperlakukan
anak-anak dengan baik. Tak kusangka dia adalah orang yang sama dengan si
[Wanita Kegilaan] itu. Yah, daripada dia yang dulu, kurasa dia yang sekarang
lebih baik.
Karena
sepertinya tak ada yang bisa kulakukan di sini, bagaimana kalau aku pergi ke
tempat lain. Tapi aku masih merasa sedikit khawatir sih.
Karena
sudah siang, bar di lantai satu penginapan [Silver Moon] pasti sudah ramai
pengunjung. Bisnis masih laris seperti biasanya ya. Wajar saja, soalnya makanan
di sini enak sih.
“Tuan,
ada anggota orde kesatria di sana.” (Kohaku)
“Eh?”
(Touya)
Saat
aku berbalik ke arah yang ditunjuk oleh Kohaku, di sana ada sosok anggota
kesatria yang bertugas berpatroli, Lantz-kun, yang sedang duduk dan makan di
meja. Kurasa dia mampir untuk melihat Mika-san lagi.
Kali
ini dia tidak memakai zirahnya, jadi mungkin dia sedang libur. Karena tempat
duduk di depannya kosong, bagaimana kalau aku duduk di sana saja.
“...?...!!!
Yang Mu—!” (Lantz)
“Ssh!
Jangan khawatir dan lanjutkan saja makanmu. Soalnya aku ke sini juga untuk
makan.” (Touya)
Aku
menghentikan Lantz-kun yang hampir berteriak. Aku tidak ingin membuat keributan
di sini.
“Selamat
datang, mau pesan apa... ara?” (Mika-san)
“Ssh...”
(Touya)
Ternyata
Mika-san yang datang untuk menanyakan pesanan. Tumben. Bukannya Mika-san
biasanya sering berada di dapur?
“Kali
ini spesial. Ayah telah datang dari Leaflet. Karena ayah diundang untuk hadir
dalam acara pernikahan, maka dia memutuskan untuk datang lebih cepat. Dan kali
ini dia bekerja di sini sebagai ganti biaya menginap.” (Mika-san)
“Kau
meminta biaya menginap pada Dolan-san?” (Touya)
“Soalnya
kami sudah mengurus penginapan masing-masing, kami tak bisa memberi perlakuan
khusus meski pada keluarga sendiri.” (Mika-san)
Ketat
sekali. Tapi meski begitu, dia membiarkan ayahnya menginap sebagai ganti melakukan
pekerjaan yang juga sudah biasa dia kerjakan... mungkin itu adalah kebaikannya
sebagai seorang putri.
“Tidak
hanya ayah, tapi juga semua orang dari Leaflet yang menginap di sini kali ini.
Seperti Barral ojii-san dari toko senjata, dan juga Simon-san dari toko alat
rumah tangga.” (Mika-san)
Masih
ada seminggu sebelum acara pernikahan. Apa toko mereka kaan baik-baik saja
ditinggal selama itu? Aku jadi sedikit khawatir.
“Jadi,
mau pesan apa?” (Touya)
“Ah,
set makan siang hari ini. Untuk Kohaku juga.” (Touya)
“Baik.”
(Mika-san)
Setelah
meletakkan gelas minuman yang baru saja dibawanya, Mika-san pun kembali ke
dapur. Sambil mengambil gelas itu dan meminum isinya, aku memperhatikan kalau
pandangan Lantz-san sama sekali tidak beralih dari sosok Mika-san.
“...Apa
kau masih belum menyatakan perasaanmu padanya?” (Touya)
“Bufu!
A-Apa yang Anda katakan...” (Lantz)
Lantz-san
terlihat panik. Jelas sekali. Mereka yang berasal dari Restia sepertinya punya
kepribadian yang jujur dan sulit berbohong. Kecuali mantan raja mereka yang
cabul itu sih.
“Jelas
sekali. Mungkin hanya Mika-san satu-satunya yang tidak menyadarinya.” (Touya)
“Karen-sama
juga mengatakan hal yang sama....” (Lantz)
Ah,
sudah kuduga. Dia pasti sudah ikut campur dalam masalah ini.
Masalahnya
mungkin adalah karena Mika-san masih belum menyadarinya. Itulah sebabnya
pertama-tama dia harus menyatakan perasaannya dulu, bahwa dia menyukainya. Tapi
meski begitu aku tak begitu ahli dalam memberi saran soal ini.
“Sebenarnya,
daripada orangnya sendiri, malah ayahnya, Dolan-san telah lebih dahulu
menyadari soal ini... sudah berapa kali beliau melotot ke arahku...” (Lantz)
Apa
yang Dolan-san lakukan sih... tunggu, ada yang bilang kalau kau ingin mengincar
seorang jendral, maka serang dulu kudanya...
“Kalau
aku tak salah ingat, kau bisa bermain shogi kan?” (Touya)
“Shogi,
ya... aku baru mulai belajar bermain sejak datang ke sini. Meski begitu aku
sudah sering bermain bersama rekan sesama kesatria di asrama. Soalnya itu bisa
dijadikan pelajaran dalam latihan menyusun siasat. Memangnya kenapa?” (Lantz)
“Pertama
serang dulu kudanya...” (Touya)
“?”
(Lantz)
***
*Ctakk*
Suara
bidak shogi diletakkan di atas papan permainan.
Jam
makan siang telah usai dan bar tempat kami berada sudah mulai sepi pengunjung.
Aku dan Lantz sedang duduk di atas meja kami sambil bermain shogi.
Aku
mengerti setelah beberapa kali permainan kalau Lantz ternyata cukup hebat.
Jujur
saja, mungkin dia lebih hebat dibanding diriku. Karena ini tak akan menjadi
permainan yang layak jika aku bermain seperti biasa, maka aku memutuskan untuk
memakai sedikit bantuan.
“Tuan,
P-76” (Kohaku)
“Oke!”
(Touya)
(tln : P-76 adalah notasi shogi versi barat yang kurang lebih
artinya bidak di posisi 7 maju selangkah ke posisi 6)
Kohaku
memberitahuku langkah selanjutnya melalui telepati dari bawah meja. Dengan
menghubungkan penglihatanku dengannya, Kohaku membantuku kecuranganku dengan
bantuan aplikasi shogi di smartphoneku.
Dengan
kata lain, saat ini Lantz-kun sedang bertarung melawan AI aplikasi permainan
shogi.
“Mumumu...”
(Lantz)
Lantz-kun
yang tak tahu apa yang kulakukan, sedang memikirkan langkah selanjutnya. Karena
aku telah mengatur tingkat kesulitan aplikasi tersebut setingkat dengan
levelnya, maka permainan kami pasti akan terlihat sengit...
Sambil
sesekali melirik ke arah dapur, aku bisa melihat Dolan-san sudah beberapa kali
melirik ke arah kami. Sepertinya dia sudah penasaran.
Tak
lama kemudian, Dolan-san sudah terlihat mondar-mandir di dekat meja kami
seperti ngengat yang sedang terbang menuju api, dan pada akhirnya dia berhenti
tepat di sebelah meja kami dan mulai menonton. Oke, saatnya menyelesaikan semua
ini.
“Skakmat!”
(Lantz)
“Ngh...
aku kalah.” (Touya)
Yang
memenangkan permainan adalah Lantz-kun. Dia memang benar-benar kuat.
“Fuuh.
Anda tiba-tiba saja menjadi kuat di tengah pertarungan, Yang Mulia.” (Lantz)
“Yah,
langkah awal hanya untuk coba-coba saja.” (Touya)
Aku
menjawab asal atas pertanyaan Lantz-kun... maaf, sebenarnya aku sudah berbuat
curang. Soalnya aku lemah dalam bermain shogi. Yah, tujuan kali ini kan hanya
untuk memancing.
“Kau
cukup hebat juga ya, Lantz-kun. Seperti yang diharapkan dari anggota berbakat
di orde kesatria kami. Bagaimana Dolan-san, mau coba melawannya?” (Touya)
“Eh?
Ah!” (Lantz)
Sambil
memuji Lantz-kun, aku pun mengganti arah pembicaraan pada Dolan-san yang sedang
berdiri di sebelah kami. Lantz yang baru saja menyadarinya pun terlihat kaget.
Dia pasti sangat fokus saat bermain tadi.
“Ah,
y-ya! Hari ini aku sedang libur!” (Lantz)
“Begitu
ya, kalau begitu ayo main.” (Dolan)
Aku
pun berdiri untuk memberi tempat pada Dolan-san, dan Kohaku juga keluar dari
bawah meja sambil membawa smartphone di mulutnya.
Meninggalkan
mereka berdua yang sudah mulai menaruh bidak di atas papan, kami pun berjalan
menuju Mika-san yang sedang membersihkan meja.
“Kebiasaan
ayah muncul lagi... tolong jangan pancing dia untuk bermain.” (Mika-san)
“Tenang
saja. Omong-omong, bagaimana pendapatmu soal Lantz, Mika-san?” (Touya)
“Eh?
Dia orang yang baik dan juga serius? Dia juga sering membantu membawakan barang
dan sebagainya.” (Mika-san)
Gawat,
sepertinya dia memang belum sadar soal itu.
“Ya,
lalu... ada saat ketika Lantz-san meringkus petualang yang membuat keributan
saat mabuk di sini. Saat itu dia benar-benar keren.” (Mika-san)
Oho...
apa mungkin masih ada harapan?
“Aku
merekomendasikan orang sepertinya untuk dijadikan sebagai pacar loh.” (Touya)
“Ahahaha.
Lagipula dia tak akan menaruh perhatian pada orang sepertiku.” (Mika-san)
“Tapi
sepertinya orangnya sendiri tidak berpikir begitu kok.” (Touya)
“Eh?”
(Mika-san)
Mika-san
yang tadinya tertawa dan mencoba menepis perkataanku tadi seketika terdiam
membisu. Kuharap setelah ini dia menjadi lebih sadar akan apa yang sebenarnya
terjadi.
Dan
saat aku sedang memikirkan hal itu, entah kenapa wajah Mika-san tiba-tiba
berubah menjadi merah padam. Eh, apa-apaan reaksi itu.
Kau
bukan gurita kan, lantas kenapa wajahmu memerah begitu? Padahal sebelum ini kau
sama sekali tak bereaksi. Kenapa tiba-tiba jadi begini? Eh? Apa jangan-jangan
kau memang sudah menaruh perhatian padanya?
“E,Eh?
A-Apa maksudmu tadi? A-Ah, i-itu... eh?” (Mika-san)
“....Jadi
selama ini kau tidak sadar, ya? Apa jangan-jangan dia sama sekali belum mencoba
pdkt denganmu?
“P-Pdkt?
E-Eh, em, dia pernah mengajakku makan malam dan juga memberiku seikat bunga
sih, tapi...” (Mika-san)
“Kau
tidak seharusnya memberi seikat bunga pada gadis yang tidak menarik
perhatianmu, loh.” (Touya)
“Be-Begitu,
ya...” (Mika-san)
Hm,
sepertinya dia adalah tipe gadis yang tidak peka. Eh, apa mungkin aku telah
melakukan sesuatu yang tidak perlu? Entah kenapa rasanya dia jadi memikirkannya
dalam artian yang berbeda... dan juga, kemana perginya sang ahli yang suka
mencampuri urusan percintaan orang itu saat kita sedang membutuhkannya? Dasar
kakak tidak berguna.
Kalau
begini, bukankah lebih baik jika Lantz menyatakan perasaannya saja?
Terserahlah,
yang penting hasilnya sudah bisa dianggap berhasil. Jadi mari kita serahkan
saja sisanya pada mereka.
“Mika-san,
ini pesanan meja nomor 3” (Pelayan)
“Fue?
Ah, i-iya! Baiklah!” (Mika-san)
Mika-san
segera kembali ke meja setela menerima lembar pesanan dari pelayan. Bahkan
telinganya juga sampai memerah.
Dalam
beberapa kasus, ini mungkin akan cepat berkembang saat kau mulai menyadari
perasaanmu sendiri. Sebenarnya aku juga seperti itu.
“Ayo
kembali, Kohaku.” (Touya)
“Ya.”
(Kohaku)
.
.
.
Masih
beberapa hari lagi hingga yang lainnya kembali ya. Tanpa kusadari, hidup
bersama mereka di sekitarku telah menjadi hal yang biasa. Tanpa mereka aku
benar-benar merasa kesepian.
Yah,
kami akan selalu bersama setelah menikah nanti, jadi tak masalah sekali-sekali
merasakan kesepian seperti ini selagi masih bisa. Ya, kan?
Aku
memikirkan itu sambil berjalan pulang menuju istana.
lanjuuuuttt aghh
ReplyDelete