Wednesday 7 March 2018

Evil God Chapter 19


TranslatorUDesu
Editor
UDesu
Proof Reader
UDesu
Chapter 19 :
Penyihir Agung Serina




Aku mengajak Tiraiza bersamaku dan pergi meninggalkan laboratorium.
Serina, pahlawan dari bencana iblis ke-6 adalah kepala sekolah di Akademi Cantabridge.
Agar bisa bertemu dengannya, kami harus mencari “orang itu” terlebih dahulu, kemudian seorang petugas memanggil kami.

[Ada apa? Apa kalian sedang mencari seseorang?]

Dia adalah seorang petugas berambut pendek dengan wajah yang lembut.
Dia adalah pemimpin Pasukan Divisi ke-13 Dewa Iblis, Jeko
Bukan kau yang kucari, jadi jangan bicara padaku.

Aku ingin segera mengusirnya, tapi saat ini kami sedang berpura-pura tidak kenal satu sama lain.
Aku jadi tak bisa menyiksanya.

[Um... kami ingin bertemu dengan kepala sekolah...]
[Oh! Kalau begitu, serahkan saja padaku!]
[Eh? Ah, baiklah.]

Aku mengangguk dan mengikutinya tanpa berpikir panjang, tapi apa tak masalah jika menyerahkannya pada orang ini?

Sebelum memasuki ruang kepala sekolah, ada sebuah kantor sekretaris, dan kami mengetuk pintu lalu masuk ke ruangan itu.
Sekertaris yang berada di dalam pun melihat ke arah kami.
Aku bisa melihat kerutan pada wajahnya.

[Ada keperluan apa?]
[Mereka ingin bertemu dengan kepala sekolah.]
[Cih!]

Dia mendecakkan lidahnya setelah mendengar Jeko-san.
Walaupun suaranya sangat kecil, tapi aku masih bisa mendengarnya melalui Evil Ears.

[Kalian tidak bisa bertemu kepala sekolah meski kalian datang secara tiba-tiba ke sini. Apa kalian tidak membaca peraturan?]
[Aku sudah membacanya. Tapi apa kau pikir aku bisa mengingat bagian yang kecil itu?]
[Aku sudah menandainya sebagai bagian paling penting yang harus diingat, jadi orang idiot harusnya juga bisa paham...]
[Maaf, soalnya tandanya terlalu banyak.]

Begitu ya, jadi dia yang bertugas untuk melatih karyawan baru yang bodoh.
Pasti sangat merepotkan.

[Pokoknya, kalian harus membuat janji terlebih dahulu untuk bertemu dengan kepala sekolah! Bahkan setelah melakukan itu, kalian masih akan sulit bertemu dengan beliau.]
[Apa? Apa kau tahu siapa orang ini? Dia adalah---- Guha!]

Aku menendang orang idiot ini sebelum dia keceplosan.

[Maaf jika orang idiot ini telah merepotkanmu.]

Aku meninggalkan ruangan itu setelah meminta maaf padanya.
Yah, kurasa Jeko akan membuat banyak masalah untuknya di masa depan.

****

[Makanya sudah kubilang, bertemu kepala sekolah itu sangat sulit. Bahkan Yufi tidak bisa dengan mudah bertemu dengannya. Bahkan kudengar permintaan Yang Mulia Raja juga ditolaknya.]

Setelah mendengar omelan Tiraiza, aku melanjutkan usahaku untuk mencari “orang itu”.
Ah, itu dia!

[Ju-Julius-sensei.... aku sedang mencarimu]
[Oh, ada perlu apa, Ashtal-kun?]
[Yah, Jika boleh, kami ingin bertemu dengan kepala sekolah.]

Setelah aku memintanya, dia pun mengangguk dan berpikir sejenak.

[Baiklah. Aku akan mengantar kalian untuk bertemu dengannya.]

Saat Julius selesai berpikir, sekali lagi kami pergi menuju ruang kepala sekolah.
Sepertinya Tiraiza tidak bisa menyangka akan berakhir seperti ini.

[Bukankah ini sama dengan sebelumnya? Apa bedanya meminta pada seorang guru dengan petugas kebersihan?]

Jangankan tidak percaya, sepertinya dia 90% mencurigaiku.
Saat kami tiba di ruang sekertaris, sekertaris tersebut menyambut kami dengan senyuman lembut yang berbeda dengan sebelumnya.

[Julius-sensei, ada keperluan apa?]
[Aku ingin bertemu dengan kepala sekolah. Apa dia ada di dalam?]
[Ya, silakan masuk.]

Kami dengan mudah melewatinya.

[Eh? Kenapa?]

Tiraiza membuka matanya dengan lebar karena terkejut.
Yah, itu mungkin karena orang, sikap, dan kepintaran mereka yang berbeda.

****

Serina sudah hampir 70 tahun. Tapi sepertinya tubuhnya telah berhenti tumbuh sejak umur 20.
Rumor mengatakan bahwa ini karena sebuah teknik rahasia yang hanya bisa digunakan pada dirinya.

Serina berdiri di dekat jendela sambil melihat keluar.
Saat pak tua memasuki ruangan, matanya terlihat seketika bercahaya.
Tapi saat dia sadar bahwa ada tamu lain, dia pun kembali memasang wajah serius.

[Ada apa?]
[Nona Tiraiza ingin berbicara dengan kepala sekolah, jadi....]

Tiraiza maju ke depan di tengah kalimat pak tua.

[Aku datang untuk mempelajari sihir itu.]
[Wah, wah, sudah kubilang kan, kau harus jadi dewasa dulu...]
[Sudah!]
[Apa?]

Tiraiza berkata sambil menatapku.
Tolong jangan lihat aku dengan tatapan itu.

[Aku sudah menjadi seorang wanita dewasa, jadi tolong ajarkan aku.]
[ArPhwua MaRxuDsMu?!?!?!][TL : Apa maksudmu?]
[Wah, wah...]

Serina terkikik dengan suara *kusukusu*.

[Meski tujuanmu masuk ke Akademi ini untuk membiasakan diri dengan wanita... tak kusangka sudah sejauh ini...]
[ArkYu TweiDhak MaWlaUkHukyan ApraHpVun][TL : Aku tidak melakukan apapun.]

Serina tersenyum kecut sambil memiringkan kepalanya saat mendengar perkataanku.
Tentu saja dia tidak mengerti apa yang kukatakan, dan dia pasti merasa lancang jika menanyakannya padaku.

[Yah, jadi, apa yang ingin kau tanyakan padaku?]
[Tolong ajari aku tentang sihir--- Catastrophe.]

Serina melihatku. Kurasa semua tergantung keputusanku.

[Berdasarkan rumor yang beredar, untuk menggunakan sihir itu diperlukan sebuah item sihir]
[Y-Ya, Begitulah.]

Serina terlihat bingung lalu membenarkannya.

[Karena tidak mungkin menggunakannya tanpa bantuan item sihir itu, bukankah kau juga tidak bisa mengajarkannya?]
[Ya.]
[Apa yang teradi pada item sihir itu?]

Tanya Tiraiza.

[Item itu hancur setelah aku menggunakannya. Dan kau juga tak akan bisa menemukan item seperti itu lagi.]
[Begitu, ya...]

Tiraiza terlihat kecewa.

[Lagipula, kita masih bisa mengalahkan Fumeless tanpa menggunakan Catastrophe. Tentu saja itu pasti akan memakan banyak korban.]
[Tapi jika kita bisa menggunakannya, kita bisa meminimalisir jumlah korban.]
[Krisis selanjutnya pasti akan segera datang. Kita hidup di dunia yang seperti itu. Akan berbahaya jika kita selalu berketergantungan pada kekuatan yang melampaui kekuatan manusia.]

Serina melihat ke samping dan memperingatkan Tiraiza.

[Dunia ini telah mengalami banyak krisis. Namun, setiap kali itu terjadi, bantuan selalu datang. Sihir itu tidak dibutuhkan kali ini. Cobalah lewati dengan menggunakan kekuatan kalian sendiri.]

Tiraiza meninggalkan kantor kepala sekolah sambil menangis.
Aku mencoba mengejarnya, tapi pak tua menghentikanku.

[Ini kesempatan yang bagus, jadi ayo kita mengobrol dulu.]
[Salam kenal. Namaku Serina. Julius-sama sudah banyak membantuku.]

Serina membungkuk dengan elegan. Aku juga membungkuk lalu melihat dua orang yang mencurigakan itu.

[Bukankah kalian baru bertemu sekali?]
[Tepatnya dua kali.]

Sepertinya aku pernah melakukan pembicaraan seperti ini.

[Berapa kali kami bertemu atau sudah berapa lama kami saling kenal itu tidak ada hubungannya sama sekali. Ini soal hubungan antara seorang pria dan wanita.]

Serina menggenggam tangan pak tua.

[Begitu ya, jadi ini semua perbuatanmu.]
[Apa ada masalah?]

Pak tua dengan tenang menjawab.

[Tidak ada.]

Pak tua adalah satu-satunya orang yang kupercaya tidak akan membuat masalah.
Urusan cinta itu hal yang bebas.

[Ah, untuk memperjelas saja. Dia tidak tahu sama sekali tentang kita.]

Aku tidak meragukan hal itu.

[Yang kutahu hanya namamu dan kejadian pada hari itu. Meskipun aku mencoba mencari tahu tentang kalian, tidak ada informasi yang kudapatkan. Jangan ragu untuk meminta tolong jika ada sesuatu yang bisa kubantu. Itu saja sudah cukup bagiku.]
[Ternyata kau cukup pengertian juga, ya...]
[Aku sadar akan posisiku setelah merasakan sebagian kecil dari kekuatan Anda.]
[Akan mudah bagiku jika ada banyak orang yang pengertian sepertimu.]
[Sayangnya banyak orang yang ingin mencaritahu rahasia orang lain setelah tahu bahwa rahasia itu ada.]

Mungkin keadaan akan lebih baik setelah aku bertemu dan berbicara padanya sekali.
Sepertinya pak tua juga sependapat dan memperkenalkan kami jika ada kesempatan.

[Omong-omong, apa tidak masalah memberi penjelasan tentang masalah Catastrophe seperti itu?]
[Tidak masalah.]
[Dulu aku hanya menerima sebuah kristal berisi kekuatan itu dari Julius-sama dan menggunakannya untuk mengalahkan Raja Iblis...]

Meskipun jumlah iblis berkurang, mereka akan segera bertambah dengan cepat.
Namun jika jumlah manusia berkurang, akan butuh waktu lama untuk meningkatkan jumlah populasi mereka.
Jadi tergantung pada situasinya, mungkin aku akan memutuskan untuk memberi bantuan pada pihak manusia.
Pada bencana iblis ke-6, aku memberi mereka sebuah kristal yang berisi sebagian dari sihirku dan mereka menggunakannya untuk mengalahkan para iblis.

Dia tidak menerima penjelasan apapun soal kami.
Karena dia tidak tau apapun, jadi dia tak tahu bagaimana caranya berbohong soal keberadaan kami.
Itulah sebabnya dia mencoba menghindar semampunya untuk bertemu dengan orang lain.

[Harusnya kau memikirkan soal masalah itu.]
[Maaf, itu semua salahku karena tidak bisa berpikir dengan tenang pada saat itu.]

Pak tua meminta maaf padaku.

Aku menolak tawaran Serina untuk memberitahu sekertaris agar membiarkanku lewat sesukaku.
Soalnya sekertaris itu agak mencurigakan.

[Jika diperkenankan. Mohon bantulah umat manusia lagi.]
[Aku tidak bisa menjanjikannya. Soalnya kami bukan pelindung umat manusia.]

Aku meninggalkan ruang kepala sekolah sambil mengatakan hal itu.




1 comment: