A Rank Chapter 5
Translator | Kagami |
Editor
| Eden |
Proof Reader
| Shiro7D |
Chapter 5 :
Bertemu Kembali dengan Sang Peri
Sebelumnya || Daftar Chapter || Selanjutnya
Ketika mataku tiba-tiba terbuka, matahari sudah bergerak ke
posisi yang jauh lebih rendah.
Malam akan segera tiba.
Setelah melihat punggung gadis yang melarikan diri, aku memakan
keju, raspberry, dan biskuit yang kubawa.
Karena perutku sudah penuh, aku merasa mengantuk dan berbaring di
bawah naungan pohon, tetapi tampaknya aku tertidur karena rasanya sangat
nyaman.
Rasanya lebih nyaman daripada yang kubayangkan. Aku
diselimuti oleh kesejukan tepat di bawah bayang-bayang pohon dengan sinar
matahari, aku juga ditemani oleh aroma bunga yang manis. Setiap kali angin
bertiup, daun telingaku digelitik dengan lembut saat rumput mengeluarkan suara
* ssssssaaaaa *.
Seolah-olah aku menyatu dengan alam.
Ups, sekarang bukan waktunya untuk tenggelam dalam perasaan seperti ini. Tak lama lagi, langit biru ini akan diwarnai
dengan warna oranye dan merah saat matahari terbenam.
Sekarang aku sedang tidak tinggal sendirian di penginapan.
Maafkan aku jika aku terlambat untuk makan malam, meskipun aku
berhutang budi kepada kalian.
Setidaknya, aku harus segera kembali sebelum matahari benar-benar
terbenam.
Aku bangun dengan satu gerakan tiba-tiba untuk menghilangkan rasa
kantukku. Kemudian, seekor kupu-kupu mendarat di hidungku sebentar lalu
terbang menjauh.
Meskipun kupu-kupu yang melayang di udara menarik perhatianku
untuk sesaat, aku langsung pergi dan mulai berlari kembali ke rumah kepala
desa.
***
Langit diwarnai dengan warna oranye kemerahan, kemudian menjadi
gelap tak lama kemudian. Aku tiba di rumah kepala desa dan dengan tegas
membuka pintu.
"Selamat datang kembali."
Fiona-san mengintip dan menjawab dari belakang rumah saat aku
berjalan ke pintu masuk rumah mereka.
"…Ah. Ya, aku kembali.”
Rasanya sudah lama sekali, aku disambut dengan hangat seperti ini
saat pulang.
Itu sebabnya reaksiku agak lambat.
Kelompokku hanya akan menyapaku dengan ringan, seperti, "Oh, kamu
kembali", "Kamu terlambat-", "Kamu berlatih lagi?"
Sambutan yang ramah seperti itu tidak buruk, tapi kata-kata
sambutan Fiona-san memberiku perasaan kalau aku diperhatikan, dan itu memberi
perasaan hangat di hatiku.
Mungkin karena aku selalu menginginkan cinta seorang ibu.
Sebelumnya aku berpikir bahwa jika aku bisa menjalani kehidupan
yang santai di Nordende, tidak masalah jika aku tidak menikah.
Tapi baru saja ketika aku berpikir bahwa aku bisa disambut
seseorang saat aku pulang seperti ini, sedikit keinginan untuk memiliki istri
muncul.
“Kemarilah, makan malam sudah siap.”
Fiona-san memberi isyarat kepadaku dengan tangannya saat dia
tersenyum.
Aroma yang membangkitkan semangat dan menggugah selera melayang
dari dalam rumah. Aku bisa mencium aroma daging dan keju.
Perutku berbunyi karena mencium aromanya. Seperti yang kuduga,
keju, raspberry, dan biskuit yang aku makan tadi sore tidak cukup.
Aku memasuki sebuah ruangan sambil mengelus perutku yang mengeluh
karena lapar.
Di dalam, ada ruang tamu yang juga terhubung ke dapur
mereka. Ada sofa di samping, dan meja dapur yang cukup besar untuk
menampung sekitar enam orang di sekitarnya.
“Ah, selamat datang kembali Aldo-san. Bagaimana
pendapatmu tentang ladang bunga yang sudah lama tidak kau lihat?”
Ergys-san bertanya dengan senyuman sambil duduk.
“Itu sangat indah. Jauh lebih indah dari
yang kubayangkan… aku sampai mengantuk karena perasaan nyaman yang luar biasa
di sana dan tertidur, karena itu aku pulang terlambat. Maaf soal itu.”
“Jangan khawatir. Kau tiba tepat waktu,
karena makan malam sudah siap. Kau bilang kau tertidur, apakah itu di
bawah pohon itu?”
"Ya."
“Tempat yang bagus, kan? Kau akan ditiup
oleh sejuknya angin jika berbaring disana, dan rumput lembut yang tumbuh di
tanah memberikan bantalan yang nyaman. Bahkan aku akan pergi ke sana untuk
tidur siang jika aku punya waktu luang.”
Bagiku yang menikmatinya sepuas hati beberapa waktu yang lalu, aku langsung setuju dengan yang dia katakan.
“Tempat itu terkenal di kalangan penduduk desa,
tidak peduli mereka muda atau tua, kapan pun mereka bertengkar. Mereka akan
berbaring disana dan tidur siang setelah mereka selesai berdebat atau berkelahi.”
Kata Fiona-san dengan nada lembut saat dia mengatur peralatan
makan.
Aku mengerti, aku beruntung telah menempati tempat itu sepanjang
sore. Mungkin, gadis yang
kutemui di sana juga mencoba beristirahat di bawah pohon disana.
Namun, dia bertemu dengan seorang pria yang tidak
dikenal. Mungkin itu sebabnya dia pergi.
“Pohon itu membawa banyak kenangan.”
Ergys-san bergumam penuh nostalgia. Itu adalah pohon yang
dipelihara oleh penduduk desa dengan perasaan.
Kedengarannya bagus. Hal seperti itu.
“Ya, kita juga sering bertemu di bawah pohon
itu, bukan? Ketika kita masih anak-anak, kita selalu berkelahi untuk
menentukan siapa yang tidur siang di tempat itu.”
“Saat kita berdua masih anak-anak, ya.”
Ergys-san menoleh ke Fiona-san karena dia tertarik oleh kata-katanya, dan dia menjawab dengan senyum pahit.
Ohh, bahkan Ergys-san, yang berkepribadian tenang, memiliki masa
kecil seperti itu.
“Dan, memori yang paling indah adalah saat kamu
menyatakan cintamu padaku di sana ...”
“... Fiona, memalukan mengatakannya dengan
keras di depan Aldo-san ...”
Ergys-san membalas Fiona-san sambil terlihat malu.
“Hoho, anda menyatakannya di tempat paling
berkesan untuk kalian berdua, ya?”
Aku menatap Ergys-san saat aku menggodanya dengan senyum di
wajahku.
“Ini cerita ketika aku masih muda.
kesampingkan itu, Aldo-san, biarkan aku memperkenalkanmu pada putri
kami! Flora!”
“Ya!”
Suara yang ceria datang dari dapur setelah Ergys-san memanggil.
“Dia berlari kesini, kan?”
Melihat Ergys-san yang panik, Fiona-san dan aku tertawa kecil.
Ergys-san terlihat sedikit tidak nyaman saat dia menunggu pemilik
suara itu muncul.
Tak lama, seolah-olah putri Ergys-san baru selesai menyiapkan
sesuatu di dapur, dia kembali ke ruangan dengan tergesa-gesa.
“Ini Aldo-san, dia memutuskan untuk tinggal di
desa ini mulai dari sekarang.”
Aku terkejut ketika aku melihat putri Ergys-san, yang bernama
Flora.
Dia adalah wanita yang aku temui di bawah pohon ladang bunga tadi,
seorang wanita dengan rambut berwarna pirang dan mata berwarna giok.
Apakah dia menyadarinya juga? Matanya terbuka lebar.
“… Aldo…”
Namaku samar-samar dipanggil keluar dari bibirnya indahnya yang
berwarna merah muda.
“Orang yang tadi...”
Aku menutup mulut ketika “peri” yang kabur tadi berbicara denganku.
“Oya, apakah kalian pernah bertemu di suatu
tempat?”
Ergys-san bertanya karena dia curiga melihat reaksi terkejut kami.
“Ya, di bawah pohon ladang bunga tadi.”
Saat aku menjawab seperti ini, Fiona-san mulai menggodaku.
“Ara ara, pertemuan di bawah pohon itu sama
seperti kita, ya?”
“Tapi kami tidak bertengkar di sana?”
Yang terjadi adalah dia melarikan diri setelah aku
menyapanya. Entah bagaimana aku menjadi sedih ketika aku membalas diriku
sendiri.
Seorang wanita yang melarikan diri hanya karena aku menyapanya ...
Ergys-san terbatuk seolah-olah dia merasa aliran pembicaraannya
tidak stabil, atau dia takut sebuah percikan api akan muncul.
"Aku mengerti. Ini akan menghemat
waktu kita. Seperti yang sudah kubilang, Aldo-san akan bermalam di sini,
jadi akrablah dengannya, Flora.”
“…”
Ergys-san mengatakannya lagi dengan penekanan, tapi Flora masih
tidak menunjukkan reaksi dan hanya terus menatapku.
“Flora?”
“Oh, baik! Aku mengerti! Aku akan
pergi membawa makanannya sekarang!”
Flora kembali sadar setelah mendengar suara Ergys-san dan kembali
ke dapur dengan terburu-buru.
Dia lari dariku lagi. Tapi, bagaimanapun juga, kami akan segera
makan di meja yang sama.
“Maaf Aldo-san, anakku adalah orang yang
pemalu. Dia akan membawakan makanannya sekarang jadi tolong tunggu
sebentar.”
"Ya, terima kasih."
Ergys-san berhasil meredakan suasana saat situasi mulai menjadi
canggung lagi.
Flora adalah seseorang yang pemalu, bukan? Bukan karena dia
takut padaku atau membenciku, kan?
Aku duduk sambil bertanya-tanya.
Sebelumnya || Daftar Chapter || Selanjutnya
Lanjut
ReplyDelete